Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin memastikan informasi yang beredar dan viral melalui media sosial bahwa telah terjadi penyuntingan terjemahan Alquran tidak benar.
"Tak benar kabar yg nyatakan telah terjadi pengeditan terjemahan Al-Quran, apalagi atas instruksi Kemenag. Akan ada klarifikasi siang ini," demikian kicuan Lukman melalui akunnya pada Twitter.
Sebelumnya beredar secara viral pada media sosial informasi mengenai Alquran yang terjemahannya telah disunting untuk kepentingan tertentu dibagikan kepada pelajar dan dijual di toko buku.
Menurut informasi beredar, kata "awliya" pada Surah Al Maidah ayat 51 diterjemahkan dari "pemimpin" menjadi "teman setia".
Innalillahi wa innaillaihi roojiuun.... Telah dibagikan Al-Quran PALSU ke sekolah2 dg dalih wakaf Al-Quran. Tlg dicek surat Al-Maidah ayat 51 dst telah diganti tafsirnya...
Semua anak sekolah se- Tangerang raya sdh dapat, anak saya jg dapat hr Kamis kemarin..setelah dicek ternyata isinya sdh dirubah...????????????
Hampir semua yg dijual di GRAMEDIA dok... Tafsirnya diganti jadi teman setia..
Heboh di Medsos, Betulkah Terjemahan Al Maidah Di-edit? |
Kementerian Agama memastikan jika informasi tersebut adalah 'hoax'.
"Tidak benar kabar yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeditan terjemahan Al-Quran belakangan ini. Tuduhan bahwa pengeditan dilakukan atas instruksi Kementerian Agama juga tidak berdasar," kata Pgs Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama, Muchlis M Hanafi dalam keterangan sebagaimana dimuat pada laman Kemenag.go.id, hari ini,
Menurut Muchlis, kata "awliya" di dalam Alquran disebutkan sebanyak 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya.
Kata Muchlis lebih lanjut, merujuk pada terjemahan Alquran Kementerian Agama edisi revisi 1998 - 2002, pada Surah Ali Imran/3: 28, Surah Al-Nisa/4: 139 dan 144 serta Surah Al-Maidah/5: 57, misalnya, kata "awliya" diterjemahkan "pemimpin".
Sedangkan pada Surah Al-Maidah/5: 51 dan Sirah Al-Mumtahanah/60: 1 diartikan menjadi "teman setia".
Pada Surah Al-Taubah/9: 23 dimaknai "pelindung", dan pada QS. Al-Nisa/4: 89 diterjemahkan dengan "teman-teman".
Terjemahan Al-Quran Kemenag, lanjut Muchlis, pertama kali terbit pada tahun 1965.
Pada perkembangannya, terjemahan ini telah mengalami dua kali proses perbaikan dan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1989-1990 dan 1998-2002.
Proses perbaikan dan penyempurnaan itu dilakukan oleh para ulama dan ahli di bidangnya, sementara Kementerian Agama bertindak sebagai fasilitator.
Penyempurnaan dan perbaikan tersebut meliputi aspek bahasa, konsistensi pilihan kata atau kalimat untuk lafal atau ayat tertentu, substansi yang berkenaan dengan makna dan kandungan ayat, dan aspek transliterasi, terangnya.
Pada terjemahan Kementerian Agama edisi perdana (tahun 1965), kata "awliya" pada Surah Ali Imran/3: 28 dan Surah Al-Nisa/4: 144 tidak diterjemahkan.
Terjemahan Surah Al-Nisa/4: 144, misalnya, berbunyi, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin."
Pada kata wali diberi catatan kaki, "Wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong."
Catatan kaki untuk kata wali pada Surah Ali Imran/3: 28 berbunyi, "Wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong."
Doktor tafsir Alquran lulusan Universitas Al Azhar Mesir ini mengatakan, "terjemahan Alquran bukanlah Alquran. Terjemahan adalah hasil pemahaman seorang penerjemah terhadap Alquran."
Menurut dia, sebagian ulama berkeberatan dengan istilah terjemahan Alquran.
"Mereka lebih senang menyebutnya dengan terjemahan makna Alquran," katanya.
"Tentu tidak seluruh makna Alquran terangkut dalam karya terjemahan, sebab Alquran dikenal kaya kosakata dan makna. Seringkali, ungkapan katanya singkat, tapi maknanya padat. Oleh sebab itu, wajar terjadi perbedaan antara sebuah karya terjemahan dengan terjemahan lainnya," ujarnya menjelaskan.
Terkait kata atau kalimat dalam Alquran yang menyedot perhatian masyarakat dan berpotensi menimbulkan perdebatan, Kementerian Agama mengakui telah menyerahkan kepada para ulama Alquran untuk kembali membahas dan mendiskusikannya.
Saat ini, sebuah tim yang terdiri dari para ulama Alquran dan ilmu-ilmu keislaman serta pakar bahasa Indonesia dari Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dikabarkan sedang bekerja menelaah terjemahan Alquran dari berbagai aspeknya.
Mereka adalah M Quraish Shihab, Huzaimah T Yanggo, M Yunan Yusuf, A Malik Madani, Ahsin Sakho Muhammad, Muchlis M Hanafi, Rosehan Anwar, Abdul Ghofur Maemun, Amir Faesal Fath, Abbas Mansur Tamam, Umi Husnul Khotimah, Abdul Ghaffar Ruskhan,Dora Amalia, Sriyanto, dan lainnya.
"Teks Alquran, seperti kata Sayyiduna Ali, hammalun dzu wujuh, mengandung aneka ragam penafsiran. Oleh karena itu, Kementerian Agama berharap umat Islam menghormati keragaman pemahaman keagamaan," kata Muchlis.
Menurut Muchlis, terbitan terjemah Alquran dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk memahami isi kandungan ayat suci.
Namun, ia mengingatkan, dalam memahami ayat-ayat Alquran, hendaknya tidak hanya mengandalkan terjemahan, tetapi juga melalui penjelasan ulama dalam kitab-kitab tafsir dan lainnya.